Ini lanjutan dari postingan sebelum ini.
Sejak divonis diabetes, yang ada di kepalaku adalah bayang-bayang ibuku. Ibuku divonis diabetes setelah bapak meninggal. Tahun 2004. Setelah itu ibu harus rutin kontrol ke internis setiap bulannya. Diperiksa dokter dan menebus obat yang harus diminumnya setiap hari yang konon katanya seumur hidup. Sampai akhirnya ibu meninggal dunia pada Oktober 2015.
Aku berfikir, apakah harusnya aku juga ke dokter? Apakah aku harus ke klinik dulu meminta surat rujukan lalu nanti ke internis untuk membuat janji rutin setiap bulan?
Tapi semua itu hanya aku pikirkan saja. Tidak aku lakukan dan tidak juga aku sampaikan kepada siapa-siapa.
Seperti biasa, hal yang sangat menyakitkan lebih mudah diabaikan, dianggap tidak ada dan tidak kenapa-kenapa daripada harus dihadapi.
Sampai suatu hari, aku sedang zumba sama teman-teman kantorku. Di tengah-tengah kegiatan senam, aku berhenti karena suatu hal lalu kembali ke ruanganku. Sampai ruangan aku merasa kesadaranku seperti akan hilang. Temanku bilang wajahku sangat pucat. Ketika aku melihat wajahku sendiri di cermin, betul, wajahku pucat dan agak biru kehijauan. Keringat membanjir besar-besar di wajahku. Teman-temanku membuatkan teh manis panas, mengambilkan air hangat buat kuminum. Kulepas sepatuku dan aku rebahkan badan di meja. Setelah minum teh dan air hangat, berangsur-angsur pandanganku membaik. Dan tubuhku tak lagi selemas sebelumnya.
Sejak itu aku lebih takut. Jangan-jangan selama ini tubuhku memburuk tanpa aku sadari.
Dan aku mulai memikirkan opsi ke dokter.
Aku membayangkan suasana klinik, suasana rumah sakit, ruang periksa dan antrian di poli rumah sakit. Kok rasanya berat ya.
Aku memikirkan opsi yang lain. Apakah ada dokter praktek yang enak, dan mungkin bisa memberikan harapan sembuh? Harapan agar aku tidak perlu ngobat terus?
Lalu aku teringat tentang seorang dokter yang selain dia dokter juga mendalami pengobatan ala Nabi. Selain memberikan resep medis, terlebih dulu akan memberikan jalan herbal. Dan terutama, mengubah pola hidup pasiennya.
Dan aku mencari info (lewat google tentu saja) tentang dokter ini. Dokter Agus Rahmadi.
No comments:
Post a Comment