Saturday, 28 October 2017

Ibuk

Ibuk adalah panggilan saya kepada ibu saya. Seorang perempuan yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan sejuta kegiatan lainnya untuk saya komplit dengan limpahan kasih sayangnya. Seorang perempuan sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk keluarganya, terutama kami, anak-anaknya.

Saya akan memperkenalkan teman-teman semua pada ibu saya. Namanya Endang, lahir pada tahun 1954, silahkan hitung sendiri berapa usia beliau (seandainya masih hidup saat ini). Ibu saya asli orang Ngawi, Jawa Timur. Ibu saya dua bersaudara seayah dan seibu dengan kakaknya, dan memiliki 5 saudara seayah berbeda ibu. Ibuk kecil menjadi piatu pada usianya yang ke 3,5 tahun.

Suatu ketika, bapaknya ibuk kecil ingin menikah lagi dengan seorang wanita, dimana wanita itu adalah anak angkat dari suami istri yang tidak dikaruniai anak. Untuk menggantikan anak angkat yang dinikahi oleh bapaknya, ibuk kecil kemudian diangkat menjadi anak dari mertua bapaknya tersebut. Dan sejak saat itu, orang tua dari ibuk adalah kakek dan neneknya tersebut. Dan kelak kakek nenek itu juga yang saya kenal sebagai kakek dan nenek saya.

Ibuk menempuh pendidikan di SR dan PGA 4 tahun di Ngawi. Dimana ketika PGA itulah ibuk bertemu dengan bapak yang saat itu adalah guru di PGA. Hingga kemudian ibuk dan bapak menikah dan tinggal di rumah orang tua bapak. Ibuk adalah menantu kesayangan di rumah bapak, dimana waktu itu ayahnya bapak sudah meninggal jadi tinggal ibu dari bapak yang masih ada. Ibu merawat mbak putri dengan sangat baik dan mbah putri juga sangat menyayangi ibuk. Setiap kali membutuhkan seseorang, mbah putri selalu mencari ibuk sampai saudara-saudara bapak menjadi cemburu. Haha. Hingga kemudian mbah putri pun meninggal dunia.

Ibuk lulus PGA, tetapi tidak pernah melihat ijazahnya. Iya, beliau tidak mengurus sampai selesai ijazahnya tersebut. Bapak yang berkomitmen menafkahi keluarganya tidak membiarkan ibuk ikut bekerja, tugas ibuk adalah mengurus rumah dan keluarga kami. Tiga tahun setelah menikah, bapak dan ibuk baru dikaruniai putra, kakak pertama saya. Empat tahun kemudian, putri kedua lahir. Sayangnya, kakak kedua saya ini hanya berumur 2 bulan lalu kemudian meninggal dunia. Betapa sedihnya hati ibuk dan bapak sampai masih sering menangis bertahun kemudian. Dua tahun setelah itu, lahir kakak ketiga saya, cowok. Dua tahun setelahnya, baru saya lahir dan disusul adik saya dua tahun setelah saya lahir. Iya, kami lima bersaudara dan sekarang tinggal  empat bersaudara.

Ibuk adalah wanita biasa saja yang setiap hari kegiatannya adalah memasak, membersihkan dan merapikan rumah serta mengurus anak-anak dan suaminya. Ibu adalah wanita cerdas yang setiap malam tidak pernah absen mengajari kami banyak hal, membaca, menulis, mengaji, sholat dan bernyanyi. Ibu adalah wanita yang pintar memasak, tetangga, saudara dan tamu yang pernah datang ke rumah saya saksinya. Dan asal kamu tahu, saking istimewanya masakan ibuk, saya bisa membedakan mana masakan ibuk dan mana masakan orang lain ketika banyak masakan diletakkan di suatu meja.

Kami berempat sudah bisa sholat komplit dengan bacaannya dan membaca alquran sebelum kami masuk TK. Kami sudah pandai menulis sebelum masuk TK juga. Menyanyi? Wah, saat teman-teman belajar menyanyi di TK, kami sudah hafal semua lagi yang sedang diajarkan. Ibuk memang luar biasa.

Ibuk juga mengajari kami melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, menyapu, dan juga memasak. Kami harus mahir menyapu dan mencuci piring saat SD. Dan ketika mulai memasuki SMP, kami harus sudah bisa mencuci baju kami masing-masing. Tanpa kecuali. Saya mampu mengikuti pendidikan itu, tapi...ternyata saya juga baru bisa keramas sendiri ketika masuk SMP. Hahahahaha, sungguh terlalu saya ini.

Saya sering terkenang ibuk,

Saya terkenang setiap pagi ibuk akan membangunkan kami dengan suaranya yang berasal dari dapur.

Saya terkenang ibuk yang setiap malam sehabis magrib membaca alquran di ruang tamu sambil masih menganakan mukena sepulang dari musholla.

Saya terkenang ibuk akan terlihat sedang memasak ketika saya pulang sekolah sewaktu SD. Jika ibuk membuat bubur kacang hijau hari itu, saya akan melihat pawon yang tidak dimatikan ketika ibuk selesai memasak dan menyapu seluruh dapur, karena di atasnya sedang dimasak kacang hijau yang lama sekali untuk bisa empuk. Dan nanti sore, kami akan menikmati bubur kacang hijau (bercampur beras) yang super lezat dengan kuah yang bercampur parutan kelapa (karena perasan santan yang terikut). Terkadang, ibuk menambahkan potongan ubi jalar dan irisan jahe di bubur itu.

Saya terkenang terkadang di malam hari ibuk memasak lagi makanan karena bapak ingin masakan yang lain dari yang ada di meja makan. Saat itu ibuk sangat kreatif, entah bagaimana caranya ibuk bisa menyulap sebuah jenis makanan baru dari bahan-bahan yang entaha bagaimana caranya ibuk bisa dapatkan (jaman dulu tidak ada kulkas di rumah penduduk ya).

Saya terkenang setiap kali sore hari sehabis mandi, ibuk menggambar alisnya dengan garis kurus melengkung dan memakai lipstik merah. Cantik sekali ibuku.

Saya juga terkenang sewaktu TK dan SD, setiap habis mandi pagi saya didandani oleh ibuk, dipakaikan baju, disisir rambut (dikepang, dikuncir atau di gelung) karena rambut saya yang panjang bukan main. Kemudia diakhiri dengan disuapin nasi pecel dan berangkat sekolah.

Saya juga ingat bahwa saya sering sekali sakit saat ujian catur wulan, sehingga saya harus mengikuti ujian susulan, saat itu ibuk akan mengantarkan saya ke sekolah dengan sepeda. Dan kaki saya diikat di sepeda di bawah sadel supaya kaki saya tidak khawatir terkena jeruji.

Sampai kemudian saya beranjak ABG dan SMA. Saya bersekolah di luar kota saat itu. Ibuk terkadang menelepon saya melalui telepon tetangga kost. Padahal untuk menelepon saya, ibuk harus menempuh jarak kurang lebih 5 kilometer dari rumah sampai ke wartel terdekat. Tidak banyak yang dibahas, ibuk biasanya hanya menanyakan kabar saya dan bagaimana sekolah saya, lalu apakah saya masih punya uang untuk makan dan seterusnya.

Selama ngekost, saya pulang sebulan/dua bulan sekali. Setiap pulang ibuk akan membekali saya dengan beras, kering tempe dan sambel terasi matang. Masakan ibuk itu akan habis satu sampai dua minggu ke depan. Saya jadi kangen dengan sambel terasi ibuk T.T

Bapak saya meninggal saat saya baru saja lulus SMA. Dan sejak itu, ibuk seperti orang asing. Ibuk seperti orang agak gila, pendiam dan tidak mau keluar rumah. Hampir setahun ibuk seperti itu dan baru mau keluar ketika saya minta ibuk mengantar saya ke Surabaya mengurus proses saya pindah kuliah ke Jakarta.

Tak banyak cerita yang saya alami dengan ibuk sejak saya tidak lagi tinggal di rumah, saya hanya pulang beberapa kali dalam setahun sejak SMA itu hingga kemudian saya kuliah di Surabaya dan Jakarta dan kemudian menikah dan tinggal di Jakarta saat ini.

Kami hanya sering bercakap lewat telepon sampai di hari tuanya. Beberapa kali pulang dan beberapa kali juga ibuk mengunjungi saya (yaitu saat saya melahirkan anak pertama saya, melahirkan anak kedua saya dan terakhir ketika ibu mendaftar haji yang tidak sempat berangkat).

Ibuk adalah orang yang sangat sabar penuh kasih sayang, semua saudara keluarga besar dan tetangga saya sayang pada ibuk. Ibuk adalah tetangga yang sangat rajin berbagi dan tidak pernah menolak jika dimintai tolong. Bahkan jika ibuk sendiri pun tidak bisa membantu, dia akan tetap memberikan bantuan semampunya.

Saya tidak sedang memuji-muji ibuk, karena tanpa saya puji, memang seperti itulah ibuk. Wanita luar biasa dengan segala kesederhanaanya. Quote ibuk yang paling saya ingat adalah : Gusti Allah sing mbales, Gusti Allah mboten sare. Biarlah Allah yang membalas dan Allah tidak pernah tidur.

Kenangan akan ibuk tidak akan pernah habis jika saya tuliskan di sini, di kepala dan hati saya, kenangan itu seperti pasir yang memebuhi botol, penuh dan padat. Kenangan yang akan saya bawa sampai seumur hidup saya.

Ibu saya meninggal pada tanggal 18 Oktober 2015 di Rumah Sakit Panti Waluyo Caruban setelah dirawat beberapa hari karena stroke. Stroke yang tiba-tiba terjadi di suatu sore. Ibuk yang semenjak ditinggal bapak ternyata didiagnosa memiliki penyakit diabetes melitus type II akhirnya meninggalkan kami semua selepas sholat maghrib dengan sangat tenang. Insyaallah ibuk khusnuk khotimah dengan banyak sekali amal jariyah yang menemaninya. Amiiiin ya robbal alamiin..