Saturday, 21 October 2017

Maida

Maida, hidup ini tidak rumit
Cukup kamu sadar sedikit
Bahwa untuk bahagia itu tidaklah sulit

Maida, hidup itu bukan tentang cantik
Karena apapun bagiku kamu cantik
Dan jelek itu hanya kiasan!

Maida, lelah itu sudah niscaya
Tak usah kau membuatnya semakin terasa
Dengan mengeluhkannya kemana-mana

Maida, cukupkan keluhanmu sampai sini
Tak ada lagi jawabku kini
Kalau kau ingat umur
Cukupkan dengan sabar dan syukur

Maida,
Akupun tak pernah sesabar ini
Tapi mendengarmu
Aku merasa dikuliti

Maida,
Terima kasih dan terimalah kasihku

Jalan Itu Banyak

Asalnya adalah kalimat "Banyak Jalan Menuju Roma", jadi jalan itu banyak. Dan dengan adanya banyak sekali jalan itu, alternatif rutenya tentu sangat banyak. Satu yang pasti, tidak semua jalan yang ada harus dan bisa kita lewati. Fyuh, panjang ya?

Intinya, dalam hidup ini kita punya rute kita masing-masing. Dan kita tidak mungkin melewati semua rute yang ada di kehidupan ini. Jadi, nikmati saja rutemu, supaya ketika kamu sampai di tujuanmu nanti, kamu akan bangga, punya kenangan dan seluruh waktumu bisa kamu pertanggungjawabkan.

Bayangkan jika kita berjalan di rute kita, tetapi pandangan kita fokus memperhatikan rute orang lain. Kita sibuk melihat orang lain menjalani rutenya, sampai kita tidak tau pemandangan indah yang ada di sepanjang rute kita sendiri. Kita tidak tahu betapa sejuknya lindungan pohon-pohon yang ada di rute kita, bahkan kita pun tidak tahu, di seberang sana ada seseorang yang iri melihat enaknya rute kita.

Aduh malah terlalu panjang saya membahas rute.

Sebetulnya saya cuma mau menyampaikan, ketika kamu berniat untuk diet, ingatlah bahwa di dunia ini ada banyak sekali makanan. Dan kita tidak harus menikmati semua makanan yang ada itu. Pilih makanan yang halal lagi BAIK. Ingat, jangan sekedar halal, tetapi juga BAIK!!

Mengantarnya Ke Alamnya

Di kampungku, seperti halnya di kampung-kampung di Pulau Jawa, masih banyak mitos dan kepercayaan terkait orang yang meninggal dunia. Banyak mitos, banyak juga adat istiadatnya, salah satunya adalah selamatan pada hari-hari tertentu setelah salah satu kerabat meninggal dunia. Selamatan dilaksanakan pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, setahun, dua tahun dan terakhir hari ke-1000. Terhitung 7 kali selamatan di luar tahlilan dari hari pertama sampai hari ke-7.

Selamatan biasanya dilaksanakan malam hari, dimulai habis maghrib atau habis isya dan berlangsung kurang lebih satu jam. Acara dimulai dengan tahlil, wirid lalu diakhiri dengan doa-doa.

Untuk selamatan itu, keluarga almarhum/almarhumah harus menyiapkan binat (uang), rokok, minuman, makanan yg disantap di tempat (snack dan makan besar), serta makanan yg dibawa pulang (berkat). Lumayan menguras kantong karena biasanya jumlah undangan kurang lebih sekitar 100 orang. Contoh susunan menunya adalah, begitu datang tamu disuguh rokok dan minuman komplit dengan snack beberapa macam. Setelah acara selesai, tamu disuguh makan besar misalnya nasi soto ayam. Setelah itu tamu diberikan "berkat" untuk dibawa pulang. Berkat itu sendiri terdiri dari nasi, lauk pauk komplit (mie goreng, oseng buncis, tempe orek, ayam goreng, tahu kecap, serundeng, rempeyek/krupuk, kue apem, telur rebus/ceplok).

Mereka berkeyakinan, pada hari-hari itu almarhum/almarhumah pulang kembali ke rumahnya. Harapannya, ketika dia pulang, keluarganya sedang mengingat dia, sedang bersedekah untuk dia. Dan nanti setelah 1000 hari, dia akan benar-benar kembali ke alam selanjutnya.

Beberapa kali saya pulang kampung untuk menghadiri acara-acara selamatan ini. Dan saya takjub, bukan hanya acaranya itu sendiri yg menjadi adat, bahkan sajiannya juga! Wow. Suatu saat saya lihat keluarga almarhum menyiapkan es untuk tamu, alasannya karena adat disana begitu, tamu disuguhi es! Hahaha.

Satu hal yang membuat saya sedih dengan adat ini adalah ketika keluarga almarhum kondisi ekonominya kurang. Mereka sampai menjual harta benda demi menyelenggarakan selamatan yang berkali-kali itu. Mereka memaksa mengadakan "sesuai adat" demi menghindari omongan dan perlakuan aneh tetangganya. Miris, bro, sis.

Di satu sisi, adat ini bagus untuk mempererat silaturahmi, membudayakan sedekah dan mengingatkan kita untuk terus berbakti. Tapi di sisi lain, untuk keluarga yang tidak mampu, adat ini seperti hukuman, ibaratnya sudahlah jatuh ditimpa tangga. Sedih.

But, itulah adat istiadat di sana, buat merubah semua itu mungkin bisa, tetapi tidak mudah, mungkin mendekati mustahil. Saya nggak tahu sampai kapan adat ini akan dijalankan di sana, but now, saya menikmati sangat, walaupun kadang berat.

Ditulis untuk memenuhi tantangan #ODOP.