Saturday 4 November 2017

Prioritas

Prioritas adalah hal yang membuat kita mampu mengesampingkan hal lain demi terlaksananya hal yang kita prioritaskan.

Prioritas antara satu orang dengan yang lain tentu berbeda. Karena prioritas hadir dari prinsip masing-masing individu. Prinsip sendiri adalah hasil dari pengalaman dan pemikiran seseorang yang sumbernya adalah latar belakang, pengalaman dan situasi dan kondisi seseorang itu.

Dalam pandangan yang (seharusnya menjadi) paling dasar seorang muslim, hal yang menjadi prioritasnya adalah tugasnya dari Tuhannya, tentang untuk apa dia diciptakan. Dan tugas manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah itu apa? Beribadah adalah melakukan kebaikan yang ditujukan untuk mencari ridho-Nya. Tentu saja, dalam beribadah itu ada aturan yang harus dipatuhi, dan aturan-aturan itu ada dalam ilmu agama yang harus dipelajari seluruh umat islam dari sejak dia ada di buaian sampai nantinya dia mencapai batas umurnya dan siap dimasukkan ke dalam liang lahat.

Panduan hidup manusia itu sendiri pada pokoknya ada 2, yaitu kitab suci Alquran dan hadist nabi. Bagaimana manusia bias perpegang pada kedua hal itu jika membacanya pun tidak pernah? Apalagi mempelajari maknanya?

Namun dalam kenyataannya, setelah terlahir ke dunia, menikmati segala fasilitas yang Tuhannya berikan, manusia lupa dengan semua itu. Dan mempelajari Alquran pun lenyap, sama sekali tidak masuk prioritasnya. Jangankan masuk list prioritas, justru malah dirasakan sebagai keterpaksaan dan gangguan dari melaksanakan aktivitas lainnya di dunia ini.

Dan itulah yang saya rasakan beberapa waktu lalu. Saya merasa terganggu ketika saya merasa bersalah sudah bertahun-tahun tidak bias mengkhatamkan Alquran. Saya merasa bersalah sekaligus kesal karena tidak bias memaksa diri saya untuk menyapa Alquran saya setidaknya satu kali setiap hari. Dan cita-cita besar saya masih belum berubah, ingin masuk surga-Nya. Yang mana setelah saya pikirkan kembali, itu seperti saya bermimpi di siang bolong.

Lalu saya mulai memaksa diri saya untuk berubah. Saya percaya perubahan yang awet adalah perubahan yang dilakukan sedikit demi sedikit namun rutin dilaksanakan. Istiqomah. Dan tentu saja saya juga harus catat, bahwa proses menjadi lebih baik itu tidak akan mudah. Dan untuk menguatkan saya, saya mengajakn beberapa teman yang merasakan permasalahan yang sama. Supaya kalau saya mulai hilang semangat, ada mereka yang mengingatkan dan menyemangati saya.

Ah, saya menulis panjang lebar ini hanya untuk meminta doa. Saya minta doanya, semoga kami tetap istiqomah memperbaiki diri. Karena tidak ada tugas yang lebih penting dari Allah selain beribadah kepadanya, dan untuk mengerti ilmunya, kami harus tetap belajar,