Friday, 11 April 2014

Crito Serem Jaman Cilik

Ini posting pertama berbahasa jawa. Buat test pertama,,,hehe,,sesuai jadwal, nanti akan ada posting aku yang berbahasa jawa yaitu setiap hari Selasa. Tunggu ya!! Untuk tes, ini hari Jumat tapi berbahasa Jawa,,hihi

Jaman aku isih cilik biyen, saben sore jam papat, mulih ngaji aku karo kanca-kancaku mesti dulinan. Dulinan macem-macem, iso delikan, injlik (ingkling), thok ting, boi-boinan, wes pokokmen macem-macem. Tapi nek wes meh wektu magrib, aku karo kanca-kancaku mesti wes bali, mlebu ngomah kabeh. Mengko metu meneh neng musholla, sholat magrib jamaah.

Ngopo sih nek magrib kudu wes bali? Soale nek gak bali mengko dipangan candi kolo. Wekekekeke.

Jaman aku isih cilik sih percoyo banget yen candikolo ki ono tenan. Haha. Pokokne nek enek bocah cilik magrib-magrib isih dulinan neng njobo, ga mulih2, mengko iso-iso dipangan candikolo. Hew. serem,,
Jaman biyen critane candi kolo kie butho (raksasa) serem sing panganane bocah-bocah cilik sing isih keluyuran pas magrib-magrib.

Nah, bareng wes gedhe, aku nggoleki opo sih asline candikolo ki,,,mosok panganane bocah cilik..

Akhire ketemu, opo sih candi kolo kuwi?

Jajal takono mbah gugel, ketik "candi kolo" trus delengen gambare. Nah, ketemu kan? Isine akeh-akeh gambar butho. Gambar raksana medeni. Sing untune gede-gede, yen nglethak bocah cilik yo mungkin dadi remuk,,wekekekekeke.
Sumber gambar : dari sini


Njuk mari ngono takono mbah wikipedia, mengko rak dikandhani, sak jane candi kolo ki sopo. Candi kolo ki asline Batara Kala, putrane Batara Guru. Emang bener panganane bocah cilik?

Jajal wacanen dhisik critane mbak wikipedia iki :

Dalam kitab Kala Tattwa diceritakan, pada waktu Dewa Siwa sedang jalan-jalan dengan Dewi Uma di tepi laut, "air mani" Dewa Siwa menetes ke laut ketika melihat betis Dewi Uma karena angin berhembus menyingkap kain Sang Dewi. Dewa Siwa ingin mengajak Dewi Uma untuk berhubungan badan, namun Sang Dewi menolaknya karena prilaku Dewa Siwa yang tidak pantas dengan prilaku Dewa-Dewi di kahyangan. Akhirnya mereka berdua kembali ke kahyangan. Air mani Dewa Siwa menetes ke laut kemudian ditemukan oleh Dewa Brahma dan Wisnu. Benih tersebut kemudian diberi japa mantra. Dari benih seorang Dewa tersebut, lahirlah seorang rakshasa yang menggeram-geram menanyakan siapa orangtuanya. Atas petunjuk dari Dewa Brahma dan Dewa Wisnu, raksasa itu mengetahui bahwa Dewa Siwa dan Dewi Uma adalah orangtuanya.
Sebelum Dewa Siwa mengakui raksasa tersebut sebagai putranya, terlebih dahulu ia harus memotong taringnya yang panjang agar dapat melihat wujud orangtuanya seutuhnya. Akhirnya syarat tersebut dipenuhi. Sang raksasa dapat melihat wujud orangtuanya seutuhnya. Sang raksasa diberkati oleh Dewa Siwa dan diberi gelar Bhatara Kala. untuk menghormati hari kelahirannya, Dewa Siwa memberi anugerah bahwa Bhatara Kala boleh memakan orang yang lahir pada hari "tumpek wayang" dan memakan orang yang jalan-jalan di tengah hari pada hari “tumpek wayang”. Kebetulan adiknya, Dewa Kumara, juga lahir pada hari “tumpek wayang”. Sesuai anugerah Dewa Siwa, Bhatara Kala boleh memakannya. Namun atas permohonan Dewa Siwa, Bhatara Kala boleh memakan adiknya kalau adiknya sudah besar.
Kesempatan itu digunakan oleh Dewa Siwa. Ia menganugerahi Dewa Kumara agar selamanya menjadi anak-anak. Akal-akalan itu diketahui Bhatara Kala. Akhirnya ia tidak sabar lagi. Dewa Kumara dikejarnya. Dalam pengejarannya, ia bertemu Dewa Siwa dan Dewi Uma. Mereka pun ingin dimakan oleh Bhatara kala sesuai janjinya Dewa Siwa. Namun, mereka memberinya teka-teki terlebih dahulu yang harus dipecahkan Bhatara Kala jika ingin memakan mereka. Batas waktu menjawabnya hanya sampai matahari condong ke barat. Akhirnya Bhatara Kala tidak bisa menjawab teka-teki dan matahari sudah condong ke barat, maka habislah kesempatannya untuk memakan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Karena tidak bisa memakan mereka, Bhatara Kala melanjutkan pengejarannya mencari Dewa Kumara.
Setelah lama mengejar, akhirnya ia kelelahan dan menemukan sesajen yang dihaturkan Sang Amangku dalang yang sedang main wayang. Karena haus dan lapar, sesajen itu dilahapnya habis. Akhirnya terjadilah dialog antara Sang Amangku Dalang dengan Bhatara Kala, yang meminta agar segala sesajen yang dimakan dimuntahkan kembali. Bhatara Kala tidak bisa memenuhi permohonan tersebut. Sebagai gantinya, ia berjanji tidak akan memakan orang yang lahir pada hari tumpek wayang, jika sudah menghaturkan sesajen menggelar wayang "sapu leger".

Versi liyane mengkene :

Ketika Batara Guru dan istrinya, Dewi Uma terbang menjelajah dunia dengan mengendarai Lembu Andini, dalam perjalanannya karena terlena maka Batara Guru bersenggama dengan istrinya di atas kendaraan suci Lembu Andini, sehingga Dewi Uma hamil. Ketika pulang dan sampai di kahyangan Batara Guru kaget dan tersadar atas tindakannya melanggar larangan itu. Seketika itu Batara Guru marah pada dirinya dan Dewi Uma, dia menyumpah-nyumpah bahwa tindakan yang dilakukannya seperti perbuatan "Buto" (bangsa rakshasa). Karena semua perkataannya mandi (bahasa indonesia: cepat menjadi kenyataan) maka seketika itu juga Dewi Uma yang sedang mengandung menjadi raksasa. Batara Guru kemudian mengusirnya dari kahyangan Jonggringsalaka dan menempati kawasan kahyangan baru yang disebut Gondomayit. Hingga pada akhirnya Dewi Uma yang berubah raksasa itu terkenal dengan sebutan Batari Durga. Setelah itu ia melahirkan anaknya, yang ternyata juga berwujud raksasa dan diberi nama Kala. Namun pada perkembangan selanjutnya Batara Kala justru menjadi suami Batari Durga, karena memang di dunia raksasa tidak mengenal norma-norma perkawinan. Batara Kala dan Batari Durga selalu membuat onar marcapada (bumi) karena ingin membalas dendam pada para dewa pimpinan Batara Guru.
Karena Hyang Guru kwatir kalau kayangan rusak maka Batara Guru mengakui kalau Kala adalah anaknya. Maka diberi nama Batara Kala dan Batara Kala minta makanan, maka Batara Guru memberi makanan tetapi ditentukan yaitu :
  1. Orang yang mempunyai anak satu yang disebut ontang-anting
  2. Pandawa lima anak lima laki-laki semua atau anak lima putri semua.
  3. Kedono kedini, anak dua laki-laki perempuan jadi makanan Betara Kala.
Untuk menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Batara Kresna. Maka Batara Kala selalu tidak berhasil memakan Pandawa.

Nah, ngerti kan? Ngopo kok bocah cilik yen surup surup ora entuk dolinan neng njobo? Mengko mundak dipangan candi kolo,,, :D

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Batara_Kala

1 comment:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    ReplyDelete