Tuesday 7 April 2015

Kantin

Apa yang kalian ingat ketika mendengar atau membaca kata "kantin"?
Tempat nongkrong bareng teman-teman? Tempat mencari camilan dan minuman pas sekolah? Tempat lirik-lirik gebetan? Dan apalah-apalah lainnya..

Buat aku, kantin adalah tempat yang menegaskan bahwa aku adalah salah satu siswa yang tidak ber-uang. Itu dulu, sewaktu aku masih muda belia dan cerah ceria...

Sewaktu aku masih SD, kantin hanyalah jejeran penjual pecel dan aneka kerupuk. Biasanya dagangannya terdiri dari pecel, opak rambak, opak kriting, opak iwak, opak asin, opak puli, opak upil (opak adalah sebutan untuk kerupuk.red), kripik gedang, kripik telo, kripik telo rambat, heci (bakwan sayur), marning, kacang goreng, karak goreng dan beberapa chiki-chikian. Di SD-ku dulu ada 3 pedagang tetapnya, Yu Ji, Lik Warsiyem, Mas Muh. Yu Ji dan Lik Warsiyem ini dagangannya ya yang tadi aku sebutin, kalo Mas Muh, dia ga jualan pecel, tapi aneka macam chiki-chikian, coklat-coklatan, permen-permenan dan timus (bola-bola ubi). Mas Muh ini adalah saudara sepupuku, budheku yang bikin timusnya. Uenak tenan...(kataku).

Heci alias Bakwan Sayur alias Pia

Nah istimewanya pecel-pecel ini kalo beli variasinya bisa macem-macem, bisa pecel aja, bisa krupuk gapit (ini dua buah kerupuk yang lebar, tengahnya diisi pecel, mirip burger gitu lho) bisa juga kerupuk pecel (pecel piringnya pakai kerupuk, jadi kalo makan sepiring-piringnya).

Pecel

Pas aku SMP, kantinnya satu aja, namanya Pak Slamet. Aku udah mulai jarang ke kantin. Selain karena uang saku yang terbatas, aku seringnya pulang pas jam istirahat, makan siang sekalian ngajakin teman-teman makan di rumah :P

Selain kantin pedagang tetap itu, tentu saja ada pedagang yang datang pergi. Biasanya mereka ini adalah penjual-penjual es potong, es wawan, penthol (cilok), atau penjual es serut. Terkadang ketambahan lagi sama penjual sayur keliling yang selain jualan sayuran juga dia jualan jajanan pasar. Wah, rame ya..

Nah, mulai SMA aku mulai menjaga jarak dari kantin. Sebagai anak kos aku mulai menjadi manager keuangan pribadi sendiri. Dengan uang bulanan yang sangat mepet, aku jaga jarak banget sama kantin. Kalo ada teman yang ngajakin ke kantin, aku mulai mencari alasan yang macem-macem. Satu-satunya alasan yang tidak aku pakai adalah : ga punya uang. Padahal itu yang paling bener. Poor. So, ketika mendengar atau membaca kantin, itu seolah menegaskan bahwa aku bukan salah satu pengunjungnya.

Di SMA ku ada dua buah kantin, satunya milik Pak So satunya lagi milik Pak Sugeng. Aku ga tau isinya apa aja dagangannya disana, soalnya hanya beberapa kali aku pernah ke kantin. Itupun karena kepepet kelaperan. Kasian. Haha.

Sekali aku ke kantin SMA aku membeli "pia pecel". Isinya adalah bakwan sayur yang dipotong-potong, kemudian di atasnya dikasih pecel dan mie goreng. Dan waktu itu aku makannya pelan-pelan sekali, karena menurut aku makanan itu harganya mahal banget,,hahahahahahaha.

Pas kuliah di ITS, cuma sekali aku ke kantinnya. Itupun cuma beli segelas teh manis. Poor. Seringnya jajan di kantin masjid kampus, ada gerobak-gerobak penjual makanan disana, dan harganya masih bisa dijangkau oleh kantongku yang cekak. Itupun seringnya beli cuma susu kedelai dan roti goreng isi, memilih yang murah dan mengenyangkan. Kasian. Biarin. :P Pernah sih beberapa kali beli kue di kantin perpustakaan, itupun memilih yang paling murah dan mengenyangkan. Aduh.

Kalo ingat soal hubungan masa lalu aku dengan kantin ini, di situ terkadang saya merasa sedih... Aku mah apa atuh, hanya remah-remah rempeyek...

Aku masih ingat aja ya bagaimana perasaanku pada kantin-kantin ini...
Ah sepahit apapun masa lalu di sekolah kalo diingat jadi ga pahit-pahit amat ternyata. Ya begitulah hubunganku dengan kantin.

No comments:

Post a Comment