Thursday 28 September 2017

Pagar Mangkok

Ratusan buah sawo yg sudah dipanen itu harus kami cuci, digosok satu per satu menggunakan sabut kelapa supaya butir-butir kasar di permukaannya hilang. Tumpukan buah sawo yang mulus itu adalah hasil kerja keras kami menggosoknya seharian. Setelah bersih, kami memasukkannya ke kantong-kantong plastik besar, untuk kemudian kami bagi ke tetangga kanan kiri. Sisanya, ibu akan memeramnya untuk  kami sekeluarga.

Tak lama berselang, giliran kami membagi-bagikan mangga hasil panen dari dua pohon mangga di samping rumah. Tak ada bosannya ayah ibuku menyuruh kami membagi dan membagi.

Tak ada yang sedang dipanen? Ayah ibu tak menunggu panen, kami akan sigap membagi makanan yang ada di dapur kecil kami. Tempe goreng, mie goreng, tahu goreng, atau pecel akan siap kami antarkan ke rumah tetangga sehabis waktu solat magrib. Minimal seminggu sekali kami menjadi kurir kecil ayah ibu.

Kata ayahku, "Pagar mangkok itu lebih kuat daripada pagar tembok." Selalu itu kalimat yang keluar ketika aku mulai bertanya mengapa. Di pikiranku, gambaran mangkok bertumpuk-tumpuk tampil, dan dalam hati aku berbisik, mangkok adalah benda yang tidak mungkin dijadikan pagar oleh orang waras. Biasanya, aku hanya akan mengiyakan kalimat ayahku itu supaya lekas diberi izin untuk pergi bermain di kebun tetangga.

Aku tersentak. Lampu-lampu kembali menyala setelah sekitar satu jam pemadaman listrik. Lamunanku buyar.

Aku jadi sadar, bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika mereka selalu melatihku untuk berbagi dan berbagi. Bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika mereka selalu melatihku untuk sibuk berbagi tanpa sibuk menghitung rejeki orang lain. Bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika pagar kami adalah mangkok, yang jauh lebih kuat dari pagar tembok.

"Athaaaaa!"

"Ya, Ma!"

"Ayo kita keliling kompleks, bawa kotak-kotak kue di atas meja itu ke depan ya, Mama bawa bagian yang beratnya," kataku sambil menenteng beberapa plastik berisi mangga hasil panen sore tadi.

Yuk, Nak, kita bangun pagar mangkok kita, pagar yang lebih kuat dari pagar tembok. Karena pagar mangkok lebih dari sekadar pagar, dia adalah kasih sayang yang menular dan akan selalu berbalik kepada kita seperti bumerang. Dan kaya, kaya itu adalah rasa yang akan ibu beritahukan padamu dengan perlahan. Nanti ibu akan perlihatkan padamu, walaupun tidak banyak harta yang dimiliki kakek nenekmu, mereka adalah orang kaya yang sebenarnya.

#odop

2 comments:

  1. Sip deh.....mmg kuliah di sastra ya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuliah di STAN mas,,hehehe,,ga belajar sastra secara khusus.

      Delete