Saturday, 30 September 2017

Alasan

Aku mendengarkan dia bercerita. Runtut sekali mulai dari awal dia bekerja di sebuah perusahaan, lalu bekerja sebagai asisten orang terkenal, sampai pada akhirnya dia tidak lagi bekerja.

Dari ceritanya, aku pikir dia pasti punya banyak relasi, yang bisa sedikit diharapkan jika dibutuhkan. Tapi melihat kenyataan sekarang, aku hanya bertanya dalam hati, dia yang tidak mau memanfaatkan relasi, atau ...

Kemudian aku coba membantunya, memberikan jalan bisnis, memakai jasanya jika aku butuh, dan seterusnya.
Dan ya,

Seperti ribuan masalah di dunia ini, ternyata ujungnya ada pada dirinya sendiri.

Aku tidak akan menyebutkan rinci dia kenapa dan melakukan apa, tapi ada hal-hal yang bisa aku kasih tahu pada kalian semua.

Siapapun orangnya, pasti akan senang bekerja dengan orang yang jujur, bisa dipercaya, mau melakukan yang terbaik yang dia bisa, dan selalu berusaha menjadi lebih baik.

Gak perlu sangat pintar atau sangat menarik penampilanmu. Cukup yang aku sebutkan tadi.

Ingat ya,
Jujur,
bisa dipercaya,
melakukan yang terbaik yang kamu bisa,
selalu berusaha menjadi lebih baik lagi.

Senyum Palsumu

Senyummu palsu
Tapi tetap kurindu

Ku bisa tahu
Karena senyummu terlihat kaku, keras dan lucu

Kau tahu
Sepalsunya senyummu, masih lebih manis daripada tak acuhmu

Sepalsunya senyummu
Memberiku jawaban kau akui keberadaanku

Sedikit lagi,
Karena secoret gurat hangat mulai merambat
Sedikit lagi,
Senyummu akan menghangat dan melemas, seasli karat emas

Thursday, 28 September 2017

Ada Yang Mengganggumu?

Ada yang mengganggumu?
Sini bilang aku,
Bogemku tak kalah dengan palu

Ada yang mengganggumu?
Mana dia, kutantang duel berdua

Ada yang mengganggumu?
Sebut namanya, janjiku besok dia tak lagi ada

Kau bilang aku kejam?

Kuulangi sekali lagi,
Ada yang mengganggumu?

Tak boleh ada yang mengganggumu, cantik

Selain diriku

Malam Ini Aku Ingin Berpuisi

Malam ini aku ingin berpuisi
Sebelum datang pagi dan timbunan tugas mengapus setiap kata yang tertera

Malam ini aku ingin berpuisi
Untuk kalian yang satu per satu pergi, tanpa bisa kutangisi

Kadang jarak membuat tangis hilang arah
Kadang tangis harus dipancing dengan umpan mata kucing

Puisiku
Adalah ucapan terima dan kasih
Telah kuterima ajaranmu dan kukasihi penerusmu
Telah kuterima maksudmu dulu dan kukasihkan pada yang perlu
Telah kuterima kenyataan ini dan sepenuh kasih doa mengiringi

Kalian baik-baik di sana ya
Ada Tuhan yang tak lelah mengasihi

Aku rindu selalu
Sepanjang hari cerah, hujan ataupun bersalju

Tak lagi bisa kuminta doa kalian
Jadi,
Tanpa kalian minta, kukirim doaku.

Amiiin

Pagar Mangkok

Ratusan buah sawo yg sudah dipanen itu harus kami cuci, digosok satu per satu menggunakan sabut kelapa supaya butir-butir kasar di permukaannya hilang. Tumpukan buah sawo yang mulus itu adalah hasil kerja keras kami menggosoknya seharian. Setelah bersih, kami memasukkannya ke kantong-kantong plastik besar, untuk kemudian kami bagi ke tetangga kanan kiri. Sisanya, ibu akan memeramnya untuk  kami sekeluarga.

Tak lama berselang, giliran kami membagi-bagikan mangga hasil panen dari dua pohon mangga di samping rumah. Tak ada bosannya ayah ibuku menyuruh kami membagi dan membagi.

Tak ada yang sedang dipanen? Ayah ibu tak menunggu panen, kami akan sigap membagi makanan yang ada di dapur kecil kami. Tempe goreng, mie goreng, tahu goreng, atau pecel akan siap kami antarkan ke rumah tetangga sehabis waktu solat magrib. Minimal seminggu sekali kami menjadi kurir kecil ayah ibu.

Kata ayahku, "Pagar mangkok itu lebih kuat daripada pagar tembok." Selalu itu kalimat yang keluar ketika aku mulai bertanya mengapa. Di pikiranku, gambaran mangkok bertumpuk-tumpuk tampil, dan dalam hati aku berbisik, mangkok adalah benda yang tidak mungkin dijadikan pagar oleh orang waras. Biasanya, aku hanya akan mengiyakan kalimat ayahku itu supaya lekas diberi izin untuk pergi bermain di kebun tetangga.

Aku tersentak. Lampu-lampu kembali menyala setelah sekitar satu jam pemadaman listrik. Lamunanku buyar.

Aku jadi sadar, bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika mereka selalu melatihku untuk berbagi dan berbagi. Bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika mereka selalu melatihku untuk sibuk berbagi tanpa sibuk menghitung rejeki orang lain. Bagaimana mungkin aku merasa miskin, jika pagar kami adalah mangkok, yang jauh lebih kuat dari pagar tembok.

"Athaaaaa!"

"Ya, Ma!"

"Ayo kita keliling kompleks, bawa kotak-kotak kue di atas meja itu ke depan ya, Mama bawa bagian yang beratnya," kataku sambil menenteng beberapa plastik berisi mangga hasil panen sore tadi.

Yuk, Nak, kita bangun pagar mangkok kita, pagar yang lebih kuat dari pagar tembok. Karena pagar mangkok lebih dari sekadar pagar, dia adalah kasih sayang yang menular dan akan selalu berbalik kepada kita seperti bumerang. Dan kaya, kaya itu adalah rasa yang akan ibu beritahukan padamu dengan perlahan. Nanti ibu akan perlihatkan padamu, walaupun tidak banyak harta yang dimiliki kakek nenekmu, mereka adalah orang kaya yang sebenarnya.

#odop

Wednesday, 27 September 2017

Aku dan Sesuatu Yang Tertinggal

Halo,
Perkenalkan namaku Ana Farida Sahara, biasa dipanggil Ibu/Mbak Presdir. Saat ini, aku adalah seorang pegawai negeri yang tinggal di Kota Tangerang, Banten. Aku adalah seorang ibu dari dua lelaki kecil yang beranjak menjadi anak-anak, dan aku juga adalah seorang perempuan yang hobi belanja dan berjualan, hehehe. Tapi, sejatinya aku paling suka kegiatan memasak dan makan. Mau masak dan makan bareng? Ayo mampir ke rumah.

Lahir dan beranjak menjadi remaja di sebuah kampung kecil di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur membentukku menjadi pribadi yang ndeso sekaligus tangguh. Jadi ketika aku membesar (baik badan maupun pola pikirnya) dan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, Ponorogo, Surabaya, Jakarta, aku merasa bahwa aku cocok dimanapun, haha.

Sampai akhirnya aku lulus kuliah, lalu menikah dan beranak pinak di Tangerang.
Berbicara mengenai pengalaman tak terlupakan selalu membuatku pusing. Karena buat aku, pengalaman tak terlupakan yang ada di kepalaku ini sangat banyak. Kalau aku bilang, pengalaman yang sudah aku lalui selama ini adalah sekumpulan milestone yang membentuk rute perjalanan hidupku selama ini. Jadi semua itu tak terlupakan buat aku. Mulai dari aku masuk TK pertama, kemudian di TK aku ikut lomba mewarnai, lomba shalat, muntah di tempat wisata, sampai kemudian aku besar dan merintis usaha jualan sambel Pecel Ngawi seperti sekarang ini (iklan nih yee).

Kalau ditanya, apa yang paling berkesan?
Buat aku semuanya berkesan. Semuanya meninggalkan sesuatu di kepala dan perasaanku. Sesuatu yang tertinggal dan tetap bertahan. Tidak ada kenangan yang menonjol sendiri
kesannya. Haha. Kalo kawan-kawan yang sekarang sedang membaca tulisan ini bisa membayangkan, coba bayangkan sebuah perpustakaan dengan banyak buku disana. Buku-buku itu tertata rapi di rak dengan sampul polos tanpa tulisan apapun. Buku-buku itu ukurannya sama, hanya berbeda di warna cover dan aroma yang melekat pada masing-masing buku. Nah, seperti itulah gambaran ruang memori di kepalaku.

Kalo dipaksa harus menceritakan yang paling berkesan?
Kalau terpaksa, aku memilih menceritakan keberanianku untuk pindah dari Teknik Elektro ITS ke Administrasi Perpajakan, STAN Jakarta pada tahun 2005. Karena sesungguhnya sebelum waktu itu aku adalah seorang anak yang cemen. Aku pun tak habis pikir kenapa waktu itu aku bisa seberani itu mengambil keputusan.

Aku masuk ITS dengan bantuan banyak pihak (terima kasih tak terhingga untuk kalian semua), tanpa biaya, sejak pendaftaran SPMB sampai setahun aku kuliah disana. Hati yang tidak tenang, pikiran yang tidak tenang, membuat aku berpikir keras. Dan akhirnya sebagian uang beasiswa dari ITS aku pakai untuk mendaftar USM STAN kembali di 2005 (sebelumnya di 2004 aku juga ikut USM STAN namun tidak aku ambil kesempatan kuliah disana). Dengan hati penuh rasa takut sekaligus nekat, aku menyampaikan niatan pindah itu kepada ibu dan orang tua asuhku. Saat itulah aku merasa bahwa itu adalah keputusan terbesar yang aku ambil sepanjang hidupku. Meninggalkan rumah keluarga asuhku, meninggalkan kawan-kawan dan kampus yang sudah menempaku setahun terakhir, menuju kota metropolitan yang baru bisa aku lihat di televisi, tanpa ada tempat yang aku tuju. Kenyataannya, 4 tahun kemudian aku sudah lulus, bekerja dan hampir menikah. Haha. Sangat istimewa.

Aku yakin, Allah sudah membuatkan jalan yang begitu indah buat aku sejauh ini. Pun semua kisah yang telah aku lewati yang semuanya unik khas takdir Allah.
Tidak ada hal yang biasa saja di dunia ini, kalau kita masih merasa biasa, coba pahami lebih dalam lagi, pasti ada keistimewaan yang Allah selipkan di dalamnya.

Tuesday, 26 September 2017

Yang Penting Kita Bergerak

Aku suka ngobrol dengan beberapa sahabatku tentang hal-hal yang serius.

Ini serius.

Kemaren kami ngobrolin negara. Haha. Serius. Kami ngobrolin betapa SDM kita ini sangat sangat sangat butuh perbaikan. Coba berkunjunglah ke desa-desa yang ada di pelosok Indonesia, ga usah jauh-jauh, di pulau Jawa aja masih banyak sekali desa-desa dengan fasilitas minim dan kualitas SDM yang memprihatinkan.

Dan

Obrolan tanpa pergerakan adalah hal yang sebaiknya dihindari. Yang penting kita bergerak.

Kami pun brainstroming tentang hal-hal apa yang sekiranya bisa kita lakukan untuk memperbaiki lingkungan sekitar kami.

Lelah.

Betul kok, tidak ada yang mudah memikirkan negara ini #tsaahh
Tapi hidup memang tak melulu tentang kita dan kita saja,
Hidup adalah tentang kita, mereka, Tuhan dan tempat hidup kita...
Dan surga tidak semudah membaca Alquran dan sholat lima kali sehari...

Bismillah,
Insyaallah dalam waktu yang tidak terlalu lama,
Aku dan banyak teman dari Kotubu (Komunitas Tukar Buku) akan membuat Rumah Baca di kampung halamanku.

Mungkin bukan hal besar,
Mungkin bukan hal hebat,
Yang penting kita bergerak..

Aku pernah mendengar analogi,
Hidup itu seperti naik sepeda, kalo kita berhenti mengayuh, kita akan jatuh dan sepeda tidak bergerak ke depan.
Ada kalanya memang kita tidak perlu mengayuh dan sepeda tetap berjalan, yaitu ketika kita menemukan turunan. Tapi setiap turunan ada tanjakan :)

Mohon doa dan dukungannya yaaa....

Monday, 25 September 2017

Sawah, Ekonomi dan Muamalah

Lima hari ini saya pulang kampung. Pulang ke sebuah desa kecil di ujung Kabupaten Ngawi, perbatasan Ngawi-Madiun, dimana Ngawi sendiri adalah perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur.

Di kampung saya ini, 99% penduduknya hidup dari hasil bertani, entah itu dari sawah milik sendiri, ataupun dari buruh tani di sawah orang lain. 1% lagi bekerja sebagai guru.

Adik saya cerita, panen kali ini kita nggak panen padi, soalnya sawahnya ditanami kacang hijau. Lha gimana, sawah di kanan kiri sawah kami semua ditanami kacang hijau, kalo kita ngeyel menanam padi sendiri ya sama aja ngajak ribut tetangga, katanya.

Kacang hijau butuh panas dan sedikit air, sedangkan padi butuh banyak air, gitu alasannya. Kalo kita ngeyel nanem padi di tengah-tengah, potensinya besar untuk merusak tanaman tetangga, lanjutnya.

Saya manggut-manggut. Dalam keseharian mereka, petani ini belajar bermuamalah, belajar bertoleransi dengan tetangganya, padahal halnya besar lho, tentang tanaman yg menjadi penghasilan mereka. Dan tidak ada yang ribut perkara kacang hijau versus padi ini, padahal makanan pokok disini apa? Ya nasi! Kacang hijau mayoritas ya bakal dijual, pun kalau panen gini harganya ya murah rata-rata per kilogram nggak sampai 15.000 rupiah.

Saya pun belajar lagi. Dalam hidup, tak selalu penting yang berharga dan berkilau, sesederhana apapun, kedamaian itu menentramkan. Lha mereka juga percaya, kalau mereka kesusahan, tetangga mereka akan dengan senang hati membantu, dan di sini, hal itu terbukti. Adem ya dengernya.

Segini dulu ya, buanyak yang bisa diceritakan dan diambil hikmah dari lima hari saya di kampung. Tapi karena nulisnya pake handphone, sinyal susah dan rebutan hape sama anak, secuil ini cukup untuk hari ini.. :)

Salam.

Sunday, 24 September 2017

Prioritas

Sering ya orang ribut sendiri karena kehidupan orang lain. Padahal, tidak ada satupun manusia itu yang memiliki pikiran yang sama. Jangankan yang bukan sanak saudara, suami istri saja butuh lho menyetting prioritas bersama supaya sejalan, jadi gak perlulah ribut mengomentari kehidupan orang lain,karena prioritas kalian itu pasti beda, coy!

Kok baru nulis pembukaan aja gue udah emosi sendiri ya? Hahahaha

Jadi gini, prioritas adalah hal yang menurut kita paling penting dibanding hal-hal yang lainnya. Sehingga prioritas ini akan kita usahakan terlebih dulu sebelum memenuhi hal-hal yang lain.

Ada sebagian orang yang prioritasnya adalah makanan sehat. Jadi selama dia dan keluarganya makan makanan sehat, baju jelek gak pernah piknik gak masalah. Ada yang prioritasnya rumah bagus, ada yang prioritasnya pendidikan anak, ada juga yang prioritasnya penampilan. Jadi semua oraangg...itu beda! Sejak dari kepala. Jangan dipaksakan untuk menjadi sama, nanti kamu lelah lho, Hayati...

Yang repot adalah, ketika ada orang yang tidak punya prioritas. Hidupnya tergantung orang lain yang dilihatnya, tetangga begini ikut,,tetangga begitu ikut,,ruwet banget hidupnya. Tapi ya sudah, gak usah ribut sama orang yang seperti itu, cukup kamu influence aja, hahahaha..

Jadilah inspirasi yang baik dan bermanfaat untuk orang lain, sehingga orang lain dengan senang hati mengikutimu. Mereka jadi lebih baik, dan kamu akan bahagia karena membuat orang lain berubah jadi lebih baik. Jadi bukan dengan ngajak ribut ya, Hayati...

Caranya :
Fokus pada perbaikan dirimu. Terus berbenah untuk menjadi manusia unggul. Belajar dari kebaikan orang lain, ambil sebagai contoh untuk dilakukan. Belajar dari keburukan orang lain, ambil sebagai contoh hal yang harus dijauhi. Begitu terus hingga kamu sibuk dengan perbaikan dirimu sendiri..

Err..

Sebetulnya,
Ini adalah nasehat yang paling dibutuhkan oleh diriku sendiri,
Yang seringkali kesel karena ternyata prioritas orang lain berbeda denganku,
Tapi oh plis,
Kenapa aku masih sering terjebak di pikiran picikku itu..

Haha

Semoga dengan menulisnya di sini, semakin merasuk nasehat ini di pikiranku, dan someday,
Tak adalagi kesal karena prioritas orang lain...
:)

Kekeluargaan yang Keterlaluan

Adek saya, yg tinggal di kampung halaman saya ini baru aja memanen mangga di samping rumahnya. Pak Lik yg manjat, dikerubutin rang-rang mecahin beberapa genteng karena mangga yang jatuh.

Singkat kata terkumpullah 2 karung dan 3 kardus mangga dengan berbagai kondisi. Mulai dari yg besar, tua dan bagus sampai yg kecil, muda dan bonyok.

Adek saya berencana membagi-bagikan mangga itu ke saudara dan tetangga, dan tentu saja buat oleh-oleh kami, kakak-kakaknya ini ketika nanti tiba waktunya kembali ke kota lain.

Sore hari, kami sekeluarga pergi ke makam bapak dan ibuk, hanya sekitar 150 meter jauhnya dari rumah. Di rumah, saudara-saudara dan para tetangga ramai memasak untuk acara selamatan di rumah adek saya.

Sepulang dari makam, ternyata mangga-mangga itu dah tersisa yg kecil-kecil pun muda. Bahkan karungnya sudah berkurang satu, alias ada yg membawa sekarung mangga, plus berpuluh-puluh mangga yang lain..

Astaghfirulloh al adziiiimm..

Ya, itu memang cuma mangga, bukan uang atau perhiasan berharga, tapi mbokyao..kalau mau ambil itu ngomong dulu..
Adek saya juga bukan tipe orang medit, wong rencananya itu mangga memang mau dibagi-bagi..lha kok wes ngambil dewe-dewe dan menyisakan yg jelek buat tuan rumah. Hahaha..

Sedihnya, bahkan Pak Lik yang sudah susah payah manjat dikerubungi rang-rang tadi belum sempat dibagi..

Ya itu,
Karena banyak sekali tetangga dan saudara yang menganggap kami keluarga, sehingga merasa berhak mengambil sendiri mangga-mangga itu tanpa ijin. Kekeluargaan yang berlebihan.

Kata adek ipar saya, mungkin karena kita ini kaum muda, jadi disisain yg muda-muda. Hahahahaha.

Nanti kalau sudah pada tua jangan begitu lho ya dek..

Tuesday, 19 September 2017

Ayok Kita Buat!

Saya ini adalah orang yg bertipe banyak cita-cita sedikit implementasi rencana.

Kemampuan (insyaallah) ada, tapi kemampuan memaksa diri? 0! Bahaha..
Itulah. Jadii...

Ketika suatu hari saya membaca status facebook salah satu kawan, yg mengajak bergabung di komunitas One Day One Post (ODOP), saya langsung daftar!!
Buktikanlah, Na!!

Harapan saya, dengan ikut komunitas ini, saya bisa memaksa diri saya untuk menulis tiap hari, belajar tentang kepenulisan tiap hari, dan punya karya setiap hari. Keren yak? #iyainAjaBiarCepet

Intinya itu.

Karena yaa..
Persepsi saya tentang ODOP, itu semacam komunitas yg isinya orang-orang yg suka nulis dan butuh dipaksa nulis.. ya kan?

Banyak memang grup One Day One Something yg udah saya ikuti, tapi gapapa, artinya dalam satu hari, lebih sedikit waktu saya yg saya lewati tanpa rencana.

Dengan ODOP, mungkin malah semua one day one somethingnya bisa aku tulis nanti..hahahaha..intinya ODOP ini bisa jadi bingkai untuk hari-hari saya #ceilaahh...

Doakan saya yhaaaa~~~

Ayo kita buat hari kita lebih bermakna!!
Ayo kita buat!!